October 20, 2019

Kaleidoskop Tontonan September-Oktober 2019

Seharusnya review-review ini gue buat di IG  story untuk memenuhi highlight tontonan gue. Tapi, berhubung gue anaknya pemalas banget, jadilah IG story-nya ngga dibikin-bikin 😁

Nah, mumpung sekarang gue lagi jadi penggiat rebahan yang profesional alias pengangguran sekalian aja deh gue bikinin blog post. Lumayan juga nambah-nambahin tulisan gue di blog ini biar ngga sepi-sepi amat.

So, here it isi! Kaleidoskop tontonan gue selama September-Oktober 2019. Ditulis berdasarkan yang paling diinget aja. Semoga membantu! ✌😉

Perempuan Tanah Jahanam (rating: 8/10)



Jarang-jarang nih gue nonton film Indonesia di hari pertama rilisnya. Bahkan kayanya baru film ini doang deh. Iya, gue emang penasaran banget sama ini film (secara ini film Joko Anwar juga ya kan) dan kebetulan ada yang nemenin juga trus ada promo buy 1 get 1 free juga untuk tiketnya (alhamdulillaaah rejeki pengangguran).

Oke, sejujurnya cuma sedikit film garapan Joko Anwar yang berkesan dan nempel banget di otak gue, dan Perempuan Tanah Jahanam ini salah satunya. Sesuai judulnya, ini film emang JAHANAM  sih!

Bercerita tentang pencarian keluarga Maya/Rahayu yang ternyata menyimpan cerita yang menyeramkan. Keluarganya dituduh sebagai pembawa kutukan maut yang melanda sebuah desa terpencil di tengah hutan.

Sepuluh menit di awal masih menyenangkan, masih bisa ketawa-ketawa sama percakapan Maya dan sahabatnya (yang gue lupa  namanya, tapi diperankan sama Marissa Anita) yang relate banget sama obrolan sehari-hari.

Lima belas menit kemudan sampai 10 menit menjelang akhir film, jangankan ketawa, melek aja rasanya berat saking tegangnya.

Perempuan Tanah Jahanam membuktikan bahwa film horor nggak selalu harus bertabur setan untuk meneror penonton. PTJ bisa dibilang minim setan, makanya gue aman-aman aja nontonnya. Tapi,  bukan berarti lo nggak dibikin ketakutan.

Joko Anwar memberikan ketegangan yang konstan lewat adegan-adegan yang meneror. Jump scare pun ditata secara rapi, jadi penontonnya juga ngga kecapekan kaget sampe nggak takut lagi.

Joko Anwar juga cermat merawat ketegangan penonton dengan alur bercerita yang rapi. Pokonya mah jangan kasih kendor lah!

Momen ikonik yang gue inget malah ada di akhir film, di mana lagu gereja Joyful Joyful dijadikan background musik.  Seperti yang kita tahu, lagu tersebut adalah ungkapan kebahagiaan atas kelahiran Yesus sang Juru  Selamat. Penggunaan lagu tersebut sebagai background musik pas banget buat ngebangun emosi penonton terhadap adegan pamungkas film.

Buat yang doyan film gore penuh darah, lo pasti akan sedikit gemes sama film ini. Soalnya gore-nya kentang banget. Buktinya gue masih bisa nonton dengan santai-santai aja tiap adegan bacok-bacokan dan gorok-gorokan, padahal gue ngga kuat nonton gore.

Tapi, buat yang ngga kuat liat adegan berdarah, gue saranin bawa pashmina atau apapun yang bisa nutup mata biar tetep bisa nonton. Adegan berdarahnya ngga bertebaran sih, tapi mayan bikin ngilu pas nongol.

Bebas (rating: 7/10)




Film garapan Mira Lesmana ini adalah adaptasi dari film box office Korea Selatan tahun 2011 berjudul Sunny. Bercerita tentang geng masa SMA yang ngga sengaja reuni setelah berpisah kurang lebih 23 tahun lamanya. Di film aslinya, salah satu pemerannya adalah Kang Sora, aktris Korea yang subhanawloh cakepnya nampar banget!

Ini dia Kang Sora, yang jika berdiri di sebelahnya membuat gue merasa seperti Kang Sayur. Bahkan cakepan kang sayur sih kayanya
Selama ini selalu mikir cuma film-film komedi romantis aja yang bikin perut geli-geli kayak ada kupu-kupunya, ternyata enggak. Berlatar cerita tentang persahabatan, geng Bebas berhasil bikin gue mesem-mesem hampir nggak berhenti di sepanjang film.

Bebas nggak bisa gitu aja dibandingin sama film asli, Sunny. Keduanya sama-sama bagus, asik,seru dan mengena. Udah gitu dari jalan cerita sampe scene-nya juga sama persis. Cuma ada perbedaan di penokohan, konflik dan penyesuaian kultur aja.

Mungkin yang bikin Bebas jadi lebih seru karena kita ngerasa dekat dengan kulturnya dan kenal sama semua lagu-lagunya. Asli, sepanjang film bohong kalo nggak ikutan sing along. Yaa emang jadi semacam diingetin sih kalo kita udah tua wkwkwkwk

Saran, sebaiknya nonton film ini rame-rame bareng temen. Apalagi yang ngerti masa-masa kejayaan lagu Indonesia tahun 90-an. Biar bisa cekikikan dan sing along bareng.

Joker (rating: 15/10)




This movie is soooo good, it deserves my rare 15/10!

Pasti banyak yang setuju sih kalo film ini jadi salah satu film terbaik tahun 2019. Mulai dari cerita sampe ke aktingnya udah nggak usah dikomentarin lagi. BAGUS BANGAT! KAGAG BOONG!

Todd Phillips, sang sutradara, sangat apik mengemas kisah hidup Arthur Fleck yang muram dan gelap. Akting Joaquin Phoenix yang maksimal membuat gue curiga jangan-jangan dia bakal nerima Oscar tahun depan untuk kategori Best Actor nih.

Menurut artikel yang gue baca (tapi lupa baca di mana), demi stay in the character Phoenix bahkan  ngga mingle sama pemain lainnya dan tetap menyendiri di lokasi syuting. Iya, sampe segitunya. Semoga dia bisa total keluar dari karakter Joker biar mental health-nya baik-baik aja.

Gue nggak mau jadi mental health expert dadakan sih, cuma mau bilangin aja. Nonton film ini jangan sendirian, paling engga mesti ditemenin. Jangan nonton pas lagi sedih atau galau karena filmnya beneran suram, yang ada malah bikin nambah down.

Oiya, buat yang ngga suka lihat kekerasan, sebaiknya nggak nonton juga. Karena kekerasan di film ini nggak cuma fisik, tapi juga mental dan verbal. I warned you!

Midsommar (rating: 7/10)




Entah apa yang merasukiku, demen banget nonton film-film yg mengguncang mental kayak gini.

Kalo dibilang horor, film ini minim jump scare. Malah hampir ngga ada. Alih-alih takut, gue malah tertekan dan stress nontonnya. Bukan karena adegan-adegan mengerikan di dalamnya, tapi justru dari ceritanya sendiri yang sebenernya nyerempet ke mental health juga. Makanya gue nggak nyebut film ini horor, tapi psychological disturbing.

Dengan adegan semenyenangkan ini dan dipenuhi bunga-bunga, siapa sangka ternyata Midsommar film yang lumayan disturbing.

15-30 menit di awal film gue udah stres lihat Dani (tokoh utama) yg berkali2 mengalami mental breakdown setelah mengalami peristiwa menyedihkan di hidupnya.

Menurut gue, cerita tentang suku dengan ritual-ritual menyeramkan di film ini tuh cuma pelengkap aja. Inti ceritanya justru ada di perjalanan psikologis Dani melewati masa-kelam kelam di hidupnya. Mulai dari dia rapuh, ngerasa ditinggalin sampai akhirnya menemukan resolusi dari semua masalahnya.

Kelar nonton rasanya pengen bilang ke sutradaranya "Mas Ari, semoga kamu ngga patah hati lagi yah". Soalnya menurut beberapa artikel yg gue baca (yang lupa lagi di mana), Ari Aster (sutradaranya), terinspirasi bikin cerita ini waktu patah hati setelah putus dengan pacarnya. 

Sama seperti Joker, jangan nonton film ini ketika sedang sedih atau galau. Bakal ngerasa makin sedih nanti. Apalagi tokoh utama dibuat sangat relate dengan orang biasa yaitu dengan dandanan sampe wardrobe yang bener-bener biasa banget (bagian ini gue salut, gila sampe sedetail itu).

PS: Gue kasih rating segitu karena nontonnya yang versi di bioskop, yang sensornya sampe 9 menit sendiri. Kelar nonton berasa kentang aja gitu, sampe akhirnya ngulik-ngulik sendiri di yutup demi penjelasannya.

It 2 (rating: 8/10)



Ini film yang udah gue tungguin banget dari tahun kemarin. Sekali lagi, buat gue ini bukan horor karena setannya ngga nyeremin juga wkwkwkwk.

Film hasil reboot dari film berjudul sama produksi tahun 1990 ini bercerita tentang badut iblis bernama Pennywise yang setiap 27 tahun sekali menghantui kota Derry, Maine. Setelah bertahun-tahun berhasil memangsa warga kota, akhirnya Pennywise menemukan lawannya yaitu sekelompok remaja underdog yang menamakan gengnya The Losers.

Film kedua ini adalah lanjutan dari film pertamanya. Jadi biar ngerti cerita awalnya, yaa harus banget nonton yang pertamanya dulu.

Setelah berpisah selama 27 tahun, sesuai janji The Losers harus kembali bertemu di Derry, Maine. Kali ini bukan untuk reuni, tapi untuk memusnahkan Pennywise.

Pengenalan tokoh-tokoh anggota The Losers setelah dewasa buat gue sangat dragging dan lama-lama membosankan. Tapi dimaafkan dengan kecerdasan dari tim casting yang sempurna banget memilih cast versi dewasa yang mirip banget sama cast versi remajanya. Berkali-kali dibikin kagum dengan kemiripannya.

Meskipun alur berceritanya agak bertele-tele dan pelan, tapi ending dari film ini sangat bermakna. It seperti memberitahu kita bahwa betapa nyali dan kepercayaan diri sangat mudah dihancurkan hanya dengan kata-kata jahat.

Jadi sebenernya It adalah film tentang bullies yang disampaikan secara metaforik. Abis nonton ini jadi penasaran mau baca bukunya.


Pretty Boys (3/10)




Nonton film ini ku jadi ngerti bahwa 60 menit adalah durasi yang pas untuk tonight show.

Bercerita tentang perjalanan 2 sahabat, Anugerah dan Rahmat (Vincent dan Desta) menggapai mimpinya untuk jadi seorang artis. Atau lebih tepatnya komedian.

Nonton film ini tuh beneran berasa lagi nonton tonight show dengan durasi lebih lama. Daddy jokes bertebaran di mana-mana. Awal-awal emang lucu, tapi lama-lama ketebak dan membosankan. Pola jokesnya hampir sama semua.

Satu hal lagi yang paling mengganggu, film ini cukup seksis. Diperjelas dengan kalimat "kayak perempuan aja deh lo" tiap ada adegan di mana tokoh laki-laki ngambek atau nggak setuju akan sesuatu. Sedihnya kalimat tersebut juga diucapkan oleh perempuan. 

Kalo maksud film ini adalah menyindir betapa busuknya industri pertelevisian Indonesia, maka film ini sangat sukses. Tapi sayangnya terlalu banyak scene yang mendiskreditkan transpuan atau waria.

Tenang, film ini nggak sepenuhnya jelek kok. Banyakk shot-shot cantik ada di film ini. Mungkin salah satu alasannya karena sutradara (Tompi) adalah juga seorang fotografer. Jadi shot yang diambil seperti dalam foto. Salut sama Tompi soal gambar, tapi dari segi cerita, konflik dan jokes, monmaap film ini masih berantakan (jika kata hancur dirasa terlalu kasar).

Oiya ada satu lagi, penyebutan Tompi sebagai dokter bedah andalan yang lebih beberapa kali ada dalam dialog ganggu banget. Yaa kita udah sama-sama tau kan kalo Tompi adalah seorang doket bedah plastik yang multi talenta. Kesannya jadi slot iklan yang ceritanya pengen dialusin tapi tetep aja keliatan maksa.

Gundala (rating: 7/10)



Sejujurnya nggak banyak yang gue ingat dari film ini selain Abimana yang subhanawloh ganteng banget sampe bikin lupa warga negara.

Tapi sebagai film superhero Indonesia pertama yang gue tonton, Gundala ini cukup menjanjikan. Bikin berharap semoga Bumi Langit Cinematic Universe (BUCIN) beneran berjalan lancar macem MCU.

Gue sempet bosen di awal film karena cukup dragging dan kelamaan. Mungkin maksudnya untuk membangun cerita dan latar belakang Sancaka yang ternyata njlimet. Di bagian ini juga ternyata ada tokoh yang nantinya akan jadi sekutu dari Gundala, salah satu anggota Patriot. Ini gue taunya setelah kelar nonton dan jadi iseng ngulik-ngulik tokoh-tokoh superhero Bucin.

Sri Asih di akhir film keren banget sih, bikin pengen cepet-cepet taun depan biar cepet-cepet dibikin trus bisa nonton deh!

Segitu dulu aja deh list nonton gue 2 bulan ini. Kalo misalnya ada yang ngajakin nonton lagi, gue update deh ya. Semoga ngga males juga 😁

See you on next post!

No comments:

Post a Comment