April 18, 2014

Kamu...


Somewhere, someday we’ll be close together wait and see
Oh, by the way this time the dream’s on me

You’ll take my hand and you’ll look at me adoringly
But as things stand, this time the dream’s on me

To see you trough ‘till you’re everything you want to be
It can’t be true
But, this time the dream’s on me

~Alison Krauss~

Kamu, semoga kamu baca tulisan asal-asalan ini. Saya cuma mau bilang betapa sakitnya saya karena kamu. Tapi tenang, saya sudah terbiasa sakit. Hidup itu kan memang hanya seputar kesakitan-kesakitan yang berulang.

Kamu, boleh jika saya bercerita sedikit? Tentang kamu. 

Kamu itu warna merah, saya suka warna merah tapi kamu adalah merah yang paling saya suka dari merah-merah yang lain. Sedangkan saya warna ungu. Warna ungu tidak selalu bagus bersebelahan dengan merah. Walaupun ungu gigih berusaha, tapi ungu tetap akan terlihat aneh jika disandingkan dengan merah. Mungkin itu juga sebabnya merah tidak memilih ungu.

Kamu tahu, saya berharap saya adalah hijau. Merah-hijau selalu bagus jika disandingkan. Cocok. Dan kamu sudah menemukan hijaumu kan? 

Kamu itu langit sore. Kamu tahu kan betapa saya menyukai langit? Tapi saya paling suka langit sore dan kamu adalah langit sore. 

Saya selau tersenyum  jika menatap langit, tapi belakangan langit menjadi terlalu menyedihkan untuk saya tatap. Karena ada kamu disitu. Tidak hanya dilangit, kamu ada dimana pun saya menatap. Kamu ada dimana-mana. Kamu ada di setiap saya memejamkan mata. Kamu ada di kelopak mata saya. Kamu sudah menguasai kepala saya. 

Saya sudah lelah menangis tapi air mata ini seperti tidak letih berjejalan keluar dari mata saya. Kamu tahu gimana cara menghentikannya? Saya merasa seperti manusia selang air.

Segala tentang kamu membuat saya tersenyum tapi kemudian menangis. Saya bingung. Kehilanganmu dan menghapus kamu dari hidup saya itu sangat menyakitkan tapi melihatmu tertawa dan bukan saya penyebabnya, itu juga pedih. Saya tidak tahan dengan keduanya. Tapi sekali lagi, hidup itu adalah pengulangan dari kesakitan-kesakitan. 

Kamu, boleh jika saya bilang saya kangen kamu? Saya kangen dengan obrolan malam kita dulu, ketika semua masih indah untuk dibayangkan. Saya kangen bercerita denganmu. Bercerita tentang mimpi, tentang hidup dan segala kesialan-kesialan yang mengikutinya. Saya kangen kamu teramat sangat. Dan menangis lagi karenanya. 

Kamu pernah bilang kalau kamu akan ada disetiap ‘pulang’ saya dan akan selalu menyambut saya dengan perasaan yang sama. Yakin masih ada perasaan yang sama ketika saya ‘pulang’? Semua hal memiliki masa berlakunya masing-masing. Dengan berjalannya waktu, kamu akan menjadi sangat dekat dengan pendampingmu sekarang dan lama kelamaan saya akan terkikis kemudian menghilang dari hidupmu, itu yang saya yakini. Dan meyakini itu semua membuat saya sakit, kemudian menangis. Lagi. Ah, saya memang penangis akut.

Saya lupa bertanya, seperti apakah perasaanmu? Apakah seperti perasaan saya kepada kamu? Atau perasaanmu hanya sekedar simpati. Simpati atas betapa tragisnya hidup saya. Perasaan saya? Kamu jelas sudah mengerti. Tulisan ini pun lebih dari cukup untuk menjelaskan perasaan saya kepada kamu.

Kamu sudah menempati sebuah ruang dihati saya. Dan ruangan itu saya kunci rapat agar tidak ada orang lain yang bisa membukanya. Saya kunci rapat agar tidak mudah menguap keluar dan tetap berada ditempatnya. Kuncinya saya berikan ke kamu. Cuma kamu yang bisa buka.

Kamu, saya akan berhenti berharap. Namun, sebelumnya saya ingin mengucapkan harapan terkahir saya yang hanya untuk kamu saja. Saya harap kamu berbahagia dan alasan bahagiamu hanya dengan saya, bukan orang lain. Iya, untuk itu saya memang egois.

Kamu tahu apa yang saya bayangkan sekarang? Saya membayangkan kamu ada disini, disamping saya, saat ini. Kamu melakukan hal paling kamu gemari, menggambar. Dan saya duduk sambil membaca buku. Kita saling berbagi cerita dan tertawa terbahak-bahak bersama. Terlalu indah untuk menjadi nyata. Tapi biarlah indah, because this time the dream’s on me.


4 comments: